Upacara malam kapanca
Sehari sebelum hari H, tepatnya pada malam hari sebelum akad nikah, di rumah calon pengantin wanita akan dilakukan acara yang disebut dengan malam kapanca yaitu acara pemberian daun pacar atau inai untuk calon pengantin. Acara ini dilakukan oleh para ibu yang secara bergantikan akan memasangkan lumatan daun pacar pada calon pengantin wanita. Tidak hanya di bagian kuku tetapi juga pada telapak tangan yang jumlahnya harus ganjil, tujuh atau sembilan.
Acara ini dilakukan sambil berzikir yang dimaksudkan untuk memohon restu agar nantinya dalam rumah tangga calon pengantin wanita dapat mendatangkan kedamaian dan memberi kebahagiaan. Dengan adanya tanda merah inai di tangan calon pengantin wanita maka hal ini menandakan bahwa dirinya sudah ada yang punya dan pada esok hari akan segera melangsungkan akad nikah.
Saat upacara kapanca ini, calon pengantin wanita akan dirias layaknya riasan pengantin serta memakai pakaian adat lalu didudukkan di tengah tamu yang hadir. Upacara kapanca ini juga dimaksudkan untuk memberi contoh kepada para tamu, khususnya gadis-gadis yang hadir di malam itu, untuk dapat segera mengikuti jejak calon pengantin wanita mengakhiri masa lajang. Upacara kapanca ini menjadi dambaan para ibu di mana mereka juga mengharapkan agar putrinya kelak dapat segera melewati upacara yang sama.
Sebelum acara malam kapanca, calon pengantin wanita harus terlebih dulu melakukan acara sangongo yaitu upacara mandi uap dengan beraneka rempah dan bunga-bungaan. Setelah itu diadakan acara siraman yang disebut boho oi ndeu. Selanjutnya masih di rumah calon pengantin wanita, akan dilakukan acara cafi ra hambu maru kai yaitu membersihkan, menata dan merias kamar pengantin.
Setelah semua acara selesai dilakukan, termasuk upacara malam kapanca dan acara-acara lainnya, selanjutnya diadakan acara rawa mbojo yaitu semacam nyanyian tradisional masyarakat Bima yang syairnya berupa pantun nasihat untuk calon pengantin sambil diiringi suara alat musik biola. Acara ini biasanya berlangsung sampai pagi menjelang.
sumber : http://thehouseofseserahan.blogspot.com/2011/01/tata-cara-pernikahan-adat-bima-ntb.html
bisa baca juga artikel di : http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html
:
0
komentar
- See more at: http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html#sthash.7wUjj1HS.dpuf
:
0
komentar
- See more at: http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html#sthash.7wUjj1HS.dpuf
:
0
komentar
- See more at: http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html#sthash.7wUjj1HS.dpuf
Sehari sebelum hari H, tepatnya pada malam hari sebelum akad nikah, di rumah calon pengantin wanita akan dilakukan acara yang disebut dengan malam kapanca yaitu acara pemberian daun pacar atau inai untuk calon pengantin. Acara ini dilakukan oleh para ibu yang secara bergantikan akan memasangkan lumatan daun pacar pada calon pengantin wanita. Tidak hanya di bagian kuku tetapi juga pada telapak tangan yang jumlahnya harus ganjil, tujuh atau sembilan.
Acara ini dilakukan sambil berzikir yang dimaksudkan untuk memohon restu agar nantinya dalam rumah tangga calon pengantin wanita dapat mendatangkan kedamaian dan memberi kebahagiaan. Dengan adanya tanda merah inai di tangan calon pengantin wanita maka hal ini menandakan bahwa dirinya sudah ada yang punya dan pada esok hari akan segera melangsungkan akad nikah.
Saat upacara kapanca ini, calon pengantin wanita akan dirias layaknya riasan pengantin serta memakai pakaian adat lalu didudukkan di tengah tamu yang hadir. Upacara kapanca ini juga dimaksudkan untuk memberi contoh kepada para tamu, khususnya gadis-gadis yang hadir di malam itu, untuk dapat segera mengikuti jejak calon pengantin wanita mengakhiri masa lajang. Upacara kapanca ini menjadi dambaan para ibu di mana mereka juga mengharapkan agar putrinya kelak dapat segera melewati upacara yang sama.
Sebelum acara malam kapanca, calon pengantin wanita harus terlebih dulu melakukan acara sangongo yaitu upacara mandi uap dengan beraneka rempah dan bunga-bungaan. Setelah itu diadakan acara siraman yang disebut boho oi ndeu. Selanjutnya masih di rumah calon pengantin wanita, akan dilakukan acara cafi ra hambu maru kai yaitu membersihkan, menata dan merias kamar pengantin.
Setelah semua acara selesai dilakukan, termasuk upacara malam kapanca dan acara-acara lainnya, selanjutnya diadakan acara rawa mbojo yaitu semacam nyanyian tradisional masyarakat Bima yang syairnya berupa pantun nasihat untuk calon pengantin sambil diiringi suara alat musik biola. Acara ini biasanya berlangsung sampai pagi menjelang.
sumber : http://thehouseofseserahan.blogspot.com/2011/01/tata-cara-pernikahan-adat-bima-ntb.html
bisa baca juga artikel di : http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html
Acara Kapanca Tradisi Pesta Perkawinan Rakyat Bima
1 0 0 0
Bima yang juga dikenal dengan Dana
Mbojo dirintis oleh Sultan keturunan kerajaan Gowa, Sultan Abdul Kahir I
sejak 1625 M. Namun Sultan Abdul Kahir I dinobatkan sebagai Raja Bima
pertama pada 5 Juli 1640 Masehi.
Walaupun Bima sudah dimasuki kehidupan
modern saat ini namun tidak melupakan begitu saja tradisi dan budaya
warisan leluhurnya. Hal ini terbukti hingga saat ini Bupati Bima, Ferry Zulkarnain yang masih memiliki darah kesultanan Bima tetap menjaga dan melestarikan adat yang sudah berjalan beratus-ratus lamanya.
Pesta pernikahan Mbojo-Bima (Foto: Ronamasa/Ahyar) |
Salah satu tradisi
warisan yang melekat dan dibudayakan hingga saat ini adalah pesta
kapanca. Bentuk nyata keseriusan melestarikan budaya tempo dulu,
pemerintah Kabupaten Bima mewajibkan warga masyarakat yang melangsungkan
acara pernikahan anaknya mengadakan acara pesta kampanca.
Acara pesta Kampanca merupakan tradisi
upacara perkawinan pada malam hari dilaksanakan di rumah pengantin
perempuan. Pengantin perempuan sebelum dibawa ke paruga tempat
berlangsungnya acara didandan secantik mungkin oleh inang pengasuh
(penata rias). Pengantin wanita dibawa ke tempat acara duduk diatas
kursi yang dijunjung oleh dua orang pria dan diiringi lantunan dzikir
syair lagu bahasa arab khas rebana.
Sebelum acara lumuran daun pacar pada
kaki dan telapak pada pengantin wanita diawali acara sangongo atau mandi
uap dengan bunga-bunga, acara boho oi mbaru atau siraman. Boho Oi mbaru
dilakukan Inang Pengasuh Pengantin sebelum pengantin wanita di rias dan
dibawah singgasana Ratu semalam.
Sebaiknya acara ini diikuti oleh
Ibu-ibu dan remaja lainnya agar mengikuti jejak calon pengantin wanita
yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang Ratu yang akan mengakhiri
masa lajangnya. Sehingga mereka dapat mengambil hikmahnya dalam
mengakhiri masa lajangnya kelak.
Dalam hal ini tergambar adanya
rangkaian bunga-bunga telur yang pada saatnya nanti akan duperuntukan
pada Ibu-ibu undangan yang masih memiliki anak gadisnya, yaitu telurnya
untuk dikonsumsi anak gadisnya sedangkan rangkaian bunga dijadikan
hiasan pada kamar anak gadisnya.
Itulah sebabnya upacara kapanca ini
merupakan dambaan para ibu dalam masyarakat Bima, di mana mereka
mengharapkan puteri-puteri mereka segera melewati upacara yang sama yang
menandai hari bahagia mereka seperti malam ini, maksud dan tujuan
pengantin wanita dilumuti dengan daun pacar pada kuku kaki, tangan dan
telapak tangan pengantin wanita tadi menandakan diri mereka yang tadinya
bermanja-manja dengan memanjakan kukunya dan bermalas-malasan, sehingga
mulai detik ini tangan dan kaki yang mulus ini dikotori dengan daun
pacar ini memberitahukan kepada kita semua anak kita ini/adik kita ini
mulai berkerja keras dan rajin demi mencapai rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera mawadah warahmah dunia akhirat.
Acara Kapanca Tradisi Pesta Perkawinan Rakyat Bima
1 0 0 0
Bima yang juga dikenal dengan Dana
Mbojo dirintis oleh Sultan keturunan kerajaan Gowa, Sultan Abdul Kahir I
sejak 1625 M. Namun Sultan Abdul Kahir I dinobatkan sebagai Raja Bima
pertama pada 5 Juli 1640 Masehi.
Walaupun Bima sudah dimasuki kehidupan
modern saat ini namun tidak melupakan begitu saja tradisi dan budaya
warisan leluhurnya. Hal ini terbukti hingga saat ini Bupati Bima, Ferry Zulkarnain yang masih memiliki darah kesultanan Bima tetap menjaga dan melestarikan adat yang sudah berjalan beratus-ratus lamanya.
Pesta pernikahan Mbojo-Bima (Foto: Ronamasa/Ahyar) |
Salah satu tradisi
warisan yang melekat dan dibudayakan hingga saat ini adalah pesta
kapanca. Bentuk nyata keseriusan melestarikan budaya tempo dulu,
pemerintah Kabupaten Bima mewajibkan warga masyarakat yang melangsungkan
acara pernikahan anaknya mengadakan acara pesta kampanca.
Acara pesta Kampanca merupakan tradisi
upacara perkawinan pada malam hari dilaksanakan di rumah pengantin
perempuan. Pengantin perempuan sebelum dibawa ke paruga tempat
berlangsungnya acara didandan secantik mungkin oleh inang pengasuh
(penata rias). Pengantin wanita dibawa ke tempat acara duduk diatas
kursi yang dijunjung oleh dua orang pria dan diiringi lantunan dzikir
syair lagu bahasa arab khas rebana.
Sebelum acara lumuran daun pacar pada
kaki dan telapak pada pengantin wanita diawali acara sangongo atau mandi
uap dengan bunga-bunga, acara boho oi mbaru atau siraman. Boho Oi mbaru
dilakukan Inang Pengasuh Pengantin sebelum pengantin wanita di rias dan
dibawah singgasana Ratu semalam.
Sebaiknya acara ini diikuti oleh
Ibu-ibu dan remaja lainnya agar mengikuti jejak calon pengantin wanita
yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang Ratu yang akan mengakhiri
masa lajangnya. Sehingga mereka dapat mengambil hikmahnya dalam
mengakhiri masa lajangnya kelak.
Dalam hal ini tergambar adanya
rangkaian bunga-bunga telur yang pada saatnya nanti akan duperuntukan
pada Ibu-ibu undangan yang masih memiliki anak gadisnya, yaitu telurnya
untuk dikonsumsi anak gadisnya sedangkan rangkaian bunga dijadikan
hiasan pada kamar anak gadisnya.
Itulah sebabnya upacara kapanca ini
merupakan dambaan para ibu dalam masyarakat Bima, di mana mereka
mengharapkan puteri-puteri mereka segera melewati upacara yang sama yang
menandai hari bahagia mereka seperti malam ini, maksud dan tujuan
pengantin wanita dilumuti dengan daun pacar pada kuku kaki, tangan dan
telapak tangan pengantin wanita tadi menandakan diri mereka yang tadinya
bermanja-manja dengan memanjakan kukunya dan bermalas-malasan, sehingga
mulai detik ini tangan dan kaki yang mulus ini dikotori dengan daun
pacar ini memberitahukan kepada kita semua anak kita ini/adik kita ini
mulai berkerja keras dan rajin demi mencapai rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera mawadah warahmah dunia akhirat.
Bima
yang juga dikenal dengan Dana Mbojo dirintis oleh Sultan keturunan
kerajaan Gowa, Sultan Abdul Kahir I sejak 1625 M. Namun Sultan Abdul
Kahir I dinobatkan sebagai Raja Bima pertama pada 5 Juli 1640 Masehi.
Walaupun Bima sudah dimasuki kehidupan
modern saat ini namun tidak melupakan begitu saja tradisi dan budaya
warisan leluhurnya. Hal ini terbukti hingga saat ini Bupati Bima, Ferry Zulkarnain yang masih memiliki darah kesultanan Bima tetap menjaga dan melestarikan adat yang sudah berjalan beratus-ratus lamanya.
Pesta pernikahan Mbojo-Bima (Foto: Ronamasa/Ahyar) |
Salah satu tradisi
warisan yang melekat dan dibudayakan hingga saat ini adalah pesta
kapanca. Bentuk nyata keseriusan melestarikan budaya tempo dulu,
pemerintah Kabupaten Bima mewajibkan warga masyarakat yang melangsungkan
acara pernikahan anaknya mengadakan acara pesta kampanca.
Acara pesta Kampanca merupakan tradisi
upacara perkawinan pada malam hari dilaksanakan di rumah pengantin
perempuan. Pengantin perempuan sebelum dibawa ke paruga tempat
berlangsungnya acara didandan secantik mungkin oleh inang pengasuh
(penata rias). Pengantin wanita dibawa ke tempat acara duduk diatas
kursi yang dijunjung oleh dua orang pria dan diiringi lantunan dzikir
syair lagu bahasa arab khas rebana.
Sebelum acara lumuran daun pacar pada
kaki dan telapak pada pengantin wanita diawali acara sangongo atau mandi
uap dengan bunga-bunga, acara boho oi mbaru atau siraman. Boho Oi mbaru
dilakukan Inang Pengasuh Pengantin sebelum pengantin wanita di rias dan
dibawah singgasana Ratu semalam.
Sebaiknya acara ini diikuti oleh
Ibu-ibu dan remaja lainnya agar mengikuti jejak calon pengantin wanita
yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang Ratu yang akan mengakhiri
masa lajangnya. Sehingga mereka dapat mengambil hikmahnya dalam
mengakhiri masa lajangnya kelak.
Dalam hal ini tergambar adanya
rangkaian bunga-bunga telur yang pada saatnya nanti akan duperuntukan
pada Ibu-ibu undangan yang masih memiliki anak gadisnya, yaitu telurnya
untuk dikonsumsi anak gadisnya sedangkan rangkaian bunga dijadikan
hiasan pada kamar anak gadisnya.
Itulah sebabnya upacara kapanca ini
merupakan dambaan para ibu dalam masyarakat Bima, di mana mereka
mengharapkan puteri-puteri mereka segera melewati upacara yang sama yang
menandai hari bahagia mereka seperti malam ini, maksud dan tujuan
pengantin wanita dilumuti dengan daun pacar pada kuku kaki, tangan dan
telapak tangan pengantin wanita tadi menandakan diri mereka yang tadinya
bermanja-manja dengan memanjakan kukunya dan bermalas-malasan, sehingga
mulai detik ini tangan dan kaki yang mulus ini dikotori dengan daun
pacar ini memberitahukan kepada kita semua anak kita ini/adik kita ini
mulai berkerja keras dan rajin demi mencapai rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera mawadah warahmah dunia akhirat.
- See more at: http://www.ronamasa.com/2012/10/sinopsis-acara-kapanca-tradisi.html#sthash.7wUjj1HS.dpufAcara Kapanca Tradisi Pesta Perkawinan Rakyat Bima
1 0 0 0
Bima yang juga dikenal dengan Dana
Mbojo dirintis oleh Sultan keturunan kerajaan Gowa, Sultan Abdul Kahir I
sejak 1625 M. Namun Sultan Abdul Kahir I dinobatkan sebagai Raja Bima
pertama pada 5 Juli 1640 Masehi.
Walaupun Bima sudah dimasuki kehidupan
modern saat ini namun tidak melupakan begitu saja tradisi dan budaya
warisan leluhurnya. Hal ini terbukti hingga saat ini Bupati Bima, Ferry Zulkarnain yang masih memiliki darah kesultanan Bima tetap menjaga dan melestarikan adat yang sudah berjalan beratus-ratus lamanya.
Pesta pernikahan Mbojo-Bima (Foto: Ronamasa/Ahyar) |
Salah satu tradisi
warisan yang melekat dan dibudayakan hingga saat ini adalah pesta
kapanca. Bentuk nyata keseriusan melestarikan budaya tempo dulu,
pemerintah Kabupaten Bima mewajibkan warga masyarakat yang melangsungkan
acara pernikahan anaknya mengadakan acara pesta kampanca.
Acara pesta Kampanca merupakan tradisi
upacara perkawinan pada malam hari dilaksanakan di rumah pengantin
perempuan. Pengantin perempuan sebelum dibawa ke paruga tempat
berlangsungnya acara didandan secantik mungkin oleh inang pengasuh
(penata rias). Pengantin wanita dibawa ke tempat acara duduk diatas
kursi yang dijunjung oleh dua orang pria dan diiringi lantunan dzikir
syair lagu bahasa arab khas rebana.
Sebelum acara lumuran daun pacar pada
kaki dan telapak pada pengantin wanita diawali acara sangongo atau mandi
uap dengan bunga-bunga, acara boho oi mbaru atau siraman. Boho Oi mbaru
dilakukan Inang Pengasuh Pengantin sebelum pengantin wanita di rias dan
dibawah singgasana Ratu semalam.
Sebaiknya acara ini diikuti oleh
Ibu-ibu dan remaja lainnya agar mengikuti jejak calon pengantin wanita
yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang Ratu yang akan mengakhiri
masa lajangnya. Sehingga mereka dapat mengambil hikmahnya dalam
mengakhiri masa lajangnya kelak.
Dalam hal ini tergambar adanya
rangkaian bunga-bunga telur yang pada saatnya nanti akan duperuntukan
pada Ibu-ibu undangan yang masih memiliki anak gadisnya, yaitu telurnya
untuk dikonsumsi anak gadisnya sedangkan rangkaian bunga dijadikan
hiasan pada kamar anak gadisnya.
Itulah sebabnya upacara kapanca ini
merupakan dambaan para ibu dalam masyarakat Bima, di mana mereka
mengharapkan puteri-puteri mereka segera melewati upacara yang sama yang
menandai hari bahagia mereka seperti malam ini, maksud dan tujuan
pengantin wanita dilumuti dengan daun pacar pada kuku kaki, tangan dan
telapak tangan pengantin wanita tadi menandakan diri mereka yang tadinya
bermanja-manja dengan memanjakan kukunya dan bermalas-malasan, sehingga
mulai detik ini tangan dan kaki yang mulus ini dikotori dengan daun
pacar ini memberitahukan kepada kita semua anak kita ini/adik kita ini
mulai berkerja keras dan rajin demi mencapai rumah tangga yang bahagia
dan sejahtera mawadah warahmah dunia akhirat.
0 comments:
Post a Comment